Wednesday, May 14, 2008

Belajar dari Kecelakaan PLTN Chernobyl, April 1986

Belajar dari Kecelakaan PLTN Chernobyl, April 1986

Oleh: Ma'rufin


Kecelakaan nuklir Chernobyl itu sejajar dengan kasus
lumpur panas sumur Banjar Panji-1 di Porong Sidoarjo.
Yakni sama2 berangkat dari tujuan baik (pada Chernobyl
berpangkal dari eksperimen pembangkitan daya darurat,
pada Banjar Panji-1 untuk mencari migas), namun
dilaksanakan tanpa mematuhi prosedur standar (pada
Chernobyl semua prosedur standar keamanan operasi
reaktor dilanggar, pada Banjar Panji-1 ngebornya
ugal2an dan ngeyel). Akhirnya terjadilah bencana.
Andaikata dua operator reaktor unit 4 PLTN Chernobyl
tidak nekat melanjutkan eksperimennya pada 26 April
1986 lepas tengah malam, barangkali tragedi takkan
pernah terjadi. Namun tragedi itu juga membuka mata
dunia akan persoalan cacat desain reaktor dan
manajemen pembangkit yang "ajaib" di eks-Uni Soviet.

Sebelum tragedi April 1986 PLTN Chernobyl hanyalah
kompleks pembangkit tak terlalu dikenal di Ukraina,
bahkan juga di kalangan petugas pemadam kebakaran
setempat (yang akhirnya justru menjadi korban
pertamanya). PLTN ini berlokasi di koordinat 51,3872
LU 30,1114 BT, berdekatan dengan perbatasan Belarus.
Terdapat 4 unit reaktor : reaktor unit 1 mulai
beroperasi pada 1977, reaktor unit 2 pada 1978,
reaktor unit 3 pada 1981 dan reaktor unit 4 pada 1983.
Keseluruhan unit menghasilkan daya 4.000 MWe yang
menyuplai 10 % kebutuhan listrik Ukraina.

PLTN ini memakai reaktor RBMK-1000, yakni reaktor air
mendidih (boiling water reactor/BWR) berdaya termal
3.200 MWt dengan moderator (bahan pelambat neutron)
dari grafit (karbon). Pendinginnya air biasa, yang
diambilkan dari Sungai Pripyat didekatnya dan
didestilasi dulu, untuk kemudian dialirkan secara
vertikal dengan inlet dibawah dan dididihkan di dalam
reaktor untuk memproduksi uap bertekanan tinggi yang
memutar turbogenerator pembangkit listrik. Grafit
dipilih sebagai moderator karena murah dan tersedia
melimpah di Siberia. Untuk mengendalikan reaktor
digunakan batang kendali dari batang boron karbida
berujung grafit. Di antara ujung grafit dan batang
boron karbida terdapat ruang kosong sepanjang 1 m yang
bakal terisi air pendingin ketika dimasukkan ke dalam
reaktor. Ada dua tipe batang kendali : manual dan
otomatis. Sebagai bahan bakar digunakan Uranium
diperkaya (kadar U-235 3,8 %) sejumlah 220 ton.
Konsekuensinya ukuran reaktor RBMK-1000 memang besar.

Reaktor RBMK-1000 unggul dalam efisiensi (34 %,
bandingkan dengan reaktor2 tipe tekan/pressurized
reactor yang berkisar 29 - 31 %) dan penggantian bahan
bakar saat tetap menyala. Reaktor2 tipe lainnya
(kecuali PHWR-CANDU yang dipasarkan Canada) harus
dimatikan dahulu untuk mengganti bahan bakarnya. Meski
begitu dalam prosedur pengoperasiannya, selama 1 tahun
penuh reaktor hanya dijalankan 9 bulan saja dengan 3
bulan sisanya untuk perbaikan dan perawatan rutin,
termasuk penggantian bahan bakar.

Namun keunggulan2 ini tidak seberapa dibandingkan
dengan kelemahan2nya. Sebagai reaktor air mendidih
bermoderator grafit, RBMK-1000 memiliki "problem
gelembung", kondisi dimana adanya gelembung2 dalam
pendingin saat proses pembentukan uap bisa mengacaukan
pengendalian reaktor, karena gelembung2 itu
meningkatkan jumlah neutron lambat. Kondisi ini sangat
dirasakan RBMK-1000 ketika berada dalam daya rendah,
baik ketika dalam proses dinyalakan (start-up) maupun
dimatikan (shut-down).

Kelemahan lain ada pada batang kendalinya. Grafit dan
ruang kosong berisi air di batang kendali
mengakibatkan peningkatan daya temporal di detik2
pertama saat batang kendali masuk ke reaktor, karena
sifat grafit dan air pendingin yang memoderasi
neutron. Bila terjadi kondisi batang kendali gagal
masuk sepenuhnya karena macet (entah kejepit atau apa)
sehingga bagian boron karbidanya tidak bisa masuk,
maka reaktor tidak bisa mati, justru dayanya malah
melambung terus.

Aliran pendingin juga menjadi salah satu titik lemah.
Dengan model aliran vertikal dan inletnya dari bawah,
maka terdapat suhu pendingin di dalam reaktor jadi
takhomogen, dimana di bagian atas lebih besar
dibanding bagian bawah. Kondisi ini bisa berbahaya
jika terjadi penguapan total pada bagian atas sehingga
bahan bakar disana tak terdinginkan sepenuhnya. Selain
bisa meningkatkan daya secara mendadak, kondisi ini
juga beresiko pada melelehnya bahan bakar. Pendinginan
vertikal juga memaksa pompa pendingin untuk terus
menerus bekerja meski daya reaktor sudah sangat rendah
sehingga tidak sanggup lagi membangkitkan listrik yang
cukup.

Dan akhirnya, sebagai reaktor berukuran besar,
RBMK-1000 hanya dilindungi oleh satu lapis dinding
beton tipis guna menghemat biaya. Tak ada sistem
pelindung berganda sebanyak lima lapis sebagaimana
yang distandarkan pada reaktor2 tipe lainnya. So,
reaktor yang secara desain sudah cacat ini tidak
mempunyai pelindung yang layak, sehingga jika terjadi
kecelakaan peluang terlepasnya radioisotop ke
lingkungan cukup besar dibanding reaktor2 tipe lain.

Kompleks PLTN Chernobyl dilayani oleh manajemen
"ajaib" yang tidak berpengalaman sama sekali dalam
mengoperasikan reaktor bertenaga besar. V.P.
Bryukhanov, direktur, hanya berpengalaman di PLTU
tanpa pernah sekalipun ke PLTN. Nikolai Fomin,
insinyur kepala, juga lama bekerja di lingkungan PLTU.
Hanya Anatoliy Dyatlov, wakil insinyur kepala, yang
pernah bekerja dengan reaktor itupun hanya pada
reaktor berdaya rendah.

Diduga kuat pemilihan manajemen tidak didasarkan pada
kepakaran dan kemampuannya dalam teknologi nuklir,
namun lebih pada loyalitasnya terhadap Partai Komunis
Uni Soviet. Manajemen juga tidak pernah diberitahu
otoritas ketenaganukliran Uni Soviet tentang sifat
khas RBMK-1000 dan prosedur operasi daruratnya ketika
berada dalam daya rendah. Singkatnya, manajemen 'buta'
terhadap titik2 lemah RBMK-1000.

Kombinasi cacat desain dan manajemen "ajaib" inilah
yang berpuncak pada tragedi 26 April 1986.

++++++++++++ ++++
Ekskursi Nuklir
++++++++++++ ++++

Salah satu masalah yang menggayuti manajemen adalah
bagaimana menjaga pompa pendingin tetap bekerja meski
aliran listrik putus. Reaktor RBMK-1000 membutuhkan
aliran pendingin terus menerus karena sifatnya
vertikal. Sementara jika terjadi kerusakan sistim
pembangkit listrik, aliran listrik ke pompa pendingin
menghilang. Memang tiap unit reaktor telah dilengkapi
dengan sepasang generator diesel otomatis, namun baru
bisa menyuplai aliran listrik 40 detik setelah aliran
listrik utama putus. Kondisi ini bisa menyebabkan
perlambatan aliran pendingin, dan berpotensi
menimbulkan kehilangan aliran pendingin (LOHSA : lost
of heat sink accident).

Manajemen tidak menghendaki hal itu terjadi terutama
setelah kasus LOCA (lost of coolant accident,
setingkat lebih parah dibanding LOHSA) yang sampai
melelehkan sebagian reaktor unit 2 PLTN Three Mile
Islands
, Pennsylvania
(AS), 28 Maret 1979. Untuk itu
dicoba memanfaatkan putaran sisa turbogenerator guna
pembangkitan daya darurat untuk menggerakkan pompa
pendingin selama minimum 40 detik. Eksperimen sejenis
pernah sukses dilakukan pada 1983 di reaktor unit 1
tanpa masalah apapun dengan mematuhi semua prosedur
standar, meski hasilnya negatif : turbogenerator tak
sanggup memasok daya mencukupi.

Setelah dilakukan pengembangan2 tambahan pada
turbogenerator, dirasakan perlu adanya eksperimen
ulang. Pilihan jatuh pada reaktor unit 4 dengan
setting waktu pada Jumat 25 April 1986, mengingat
reaktor ini memang hendak dimatikan guna menjalani
perawatan dan perbaikan rutin setelah menyala selama
lebih dari setahun penuh.

Eksperimen sudah siap dijalankan pada tengah hari 25
April. Sebagai awalnya sistem pendingin darurat (ECCS
: emergency core coolant system) dimatikan, meski
dalam prosedur operasi standar hal ini sama sekali
tidak diperbolehkan. Namun mendadak otoritas
kelistrikan Kiev meminta manajemen PLTN Chernobyl
menjaga pasokan listriknya ke jaringan sampe jam 11
malam untuk mengantisipasi lonjakan penggunaan daya.
Manajemen menyetujui hal itu sehingga daya reaktor
yang sudah terlanjur diturunkan ke 1.600 MWt tidak
direduksi lagi. Selama 12 jam kemudian reaktor
beroperasi dengan output 50 % dari normal dan tanpa
ECCS.

Eksperimen dilanjutkan kembali pasca jam 23:00
setempat, kali ini oleh dua operator malam yang
kedua-duanya berlatarbelakang teknik listrik dan tak
satupun yang sebelumnya pernah bekerja di lingkungan
reaktor. Daya reaktor diturunkan ke 700 - 1.000 MWt
dengan memasukkan batang2 kendali otomatis, namun
rupanya dua kru tak terlatih ini tak menyadari
penurunan dayanya terlalu cepat. Pada kondisi ini
produksi radioisotop Xenon-135 (salah satu produk
samping reaksi fissi) jadi berlebih, padahal
radioisotop ini dikenal sebagai "racun reaktor" karena
menyerap neutron lambat dalam jumlah besar. Kontan
daya reaktor anjlok ke 30 MWt. Operator tak menyadari
adanya peracunan ini dan menganggap anjloknya daya
lebih karena kegagalan daya, sehingga memutuskan
menaikkan kembali batang kendali otomatis. Tindakan
ini sangat menyalahi aturan, karena pada prosedur
standarnya, begitu daya anjlok maka reaktor harus
segera dimatikan.

Naiknya batang kendali otomatis hanya sanggup
mengangkat daya ke 200 MWt saja, atau sepertiga dari
daya nominal yang dibutuhkan untuk eksperimen. Namun
operator merasa pada daya rendah itupun eksperimen
bisa dilakukan. Maka pada pukul 01:05 setempat,
operator menghidupkan seluruh pompa pendingin cadangan
yang mengirimkan air pendingin berlebihan ke dalam
reaktor, melampaui batas maksimum volume air dalam
reaktor yang diperkenankan. Selanjutnya batang kendali
manual pun diangkat, hal yang lagi2 menyalahi prosedur
operasi standar. Reaktor kini jadi sangat berbahaya
karena tidak lagi memiliki batang kendali. Jika pada
saat itu daya reaktor masih tetap rendah, alias jumlah
neutron lambatnya tetap kecil, itu lebih disebabkan
oleh kombinasi berlebihnya air dan Xenon-135 yang bisa
menggantikan peran batang kendali.

Dalam keadaan demikian operator memutuskan untuk
memulai eksperimen. Pukul 01:23, operator menutup
katup uap ke turbogenerator. Putaran turbogenerator
pun berkurang sehingga pasokan listrik ke pompa
pendingin berkurang dan aliran pendingin jadi
menyusut. Di dalam reaktor kini terbentuk lebih banyak
uap dan celakanya diikuti dengan pembentukan
gelembung2 air. Problem gelembung pun terjadi,
sehingga daya reaktor segera menanjak. Dalam 5 detik
pertama daya reaktor sudah bergerak ke angka 510 MWt.
Pada tahap ini Xenon-135 mulai menghilang seiring
makin banyaknya jumlah neutron. Sehingga dengan makin
banyaknya air pendingin yang berubah menjadi uap,
menghilangnya Xenon-135 dan dimatikannya ECCS,
pengontrol daya reaktor menjadi tidak ada. Terjadilah
ekskursi nuklir : kenaikan daya teramat cepat secara
eksponensial pada waktu teramat singkat.

Operator yang panik segera menekan tombol SCRAM guna
memasukkan semua batang kendali (baik manual maupun
otomatis) ke dalam reaktor. Namun butuh waktu 20 detik
agar batang kendali bisa masuk sepenuhnya ke dalam
reaktor. Ketika suhu reaktor kian tinggi, gerak batang
kendali pun macet, hanya bagian ujung grafit dan ruang
kosong saja yang sempat masuk. Ini malah makin
meningkatkan intensitas ekskursi nuklir. Dalam 20
detik itu daya reaktor sudah meningkat hingga 30.000
MWt alias sepuluh kali lipat dari daya normalnya.

Peningkatan daya luar biasa menghasilkan penguapan
teramat brutal dimana semua cairan berubah jadi uap.
Ini menghasilkan tekanan teramat besar yang merusak
batang kendali, bahan bakar, grafit dan akhirnya
menjebol atap beton reaktor yang tipis dalam ledakan
uap. Andaikata reaktor dilindungi kubah double
containment Mark-II setebal 2 meter seperti yang
diterapkan pada reaktor2 lainnya, maka ledakan uap ini
tidak akan terjadi. Ledakan uap ini segera disusul
oleh reaksi uap air dengan grafit dan oksigen (dari
udara luar yang masuk lewat lubang) dengan grafit
sehingga timbul ledakan kedua yang tak kalah besarnya.


++++++++++++ ++++++
The China Syndrome
++++++++++++ ++++++

Pasca ledakan, reaksi oksigen dan grafit menyebabkan
kebakaran besar pada reaktor. Inilah penyebab 4 %
radioisotop - setara 9 ton - terloloskan ke
lingkungan. Meski 4 dekade sebelumnya dunia sudah
menyaksikan dahsyatnya bom nuklir Hiroshima dan
Nagasaki, pada 26 April 1986 itulah, untuk pertama
kalinya sebuah reaktor bertenaga besar melepaskan
radioisotopnya ke lingkungan dalam jumlah besar.
Sekitar 5,4 ton radioisotop itu mendarat di Belarus.
Namun sisanya terbang dibawa angin ke barat hingga
menjangkau Kepulauan Inggris.

Paparan radiasi tertinggi berada di gedung reaktor
mencapai 5,6 Roentgen/detik, 202 kali lipat lebih
besar daripada ambang batas dosis mematikan 0,028
Roentgen/detik. Celakanya ledakan menyebabkan
kerusakan dua dosimeter (pengukur radiasi) dengan
limit 1.000 Roentgen/detik. Hanya tersisa dosimeter2
kecil dengan limit 0,001 Roentgen/detik, dan semuanya
"off scale." Karena itu kru reaktor dipimpin Alexander
Akimov menganggap dosis radiasi saat itu paling banter
0,001 Roentgen/detik, mengabaikan tanda2 seperti
potongan grafit, pipa bahan bakar dan batang kendali
yang berceceran di sekitar gedung reaktor. Sehingga
mereka memutuskan bertahan dan terus memompakan air ke
gedung reaktor.

Bantuan segera datang dari brigade pemadam kebakaran
Chernobyl, dipimpin Vladimir Pravnik, yang tak
diberitahu sama sekali bahwa yang dihadapi adalah
reaktor RBMK-1000 yang telah bolong. Kerja keras
mereka bersama kru reaktor berhasil memadamkan api di
atas gedung reaktor dan gedung turbin pada jam 05:00.
Namun dalam tiga minggu kemudian, sebagian besar kru
reaktor dan pemadam ini telah meregang nyawa..

Pada senja 26 April, Kremlin membentuk komite
penyelidik dan memerintahkan Valeri Legasov dari
otoritas ketenaganukliran Uni Sovet ke Chernobyl. Ia
menjumpai 2 orang telah tewas dan 52 dirawat di rumah
sakit, dengan gejala2 nyata akibat paparan radiasi
berlebihan. Dosimeternya juga menunjukkan tingkat
paparan radiasi yang sangat tinggi di sejumlah titik.
Pada 27 April 14:00 ia memerintahkan dimulainya
evakuasi penduduk kota Pripyat dan sekitarnya. Agar
tidak timbul kepanikan, detil bencana tidak
diberitahukan kepada penduduk, dan agar beban tidak
terlalu berat, diberitahukan kepada penduduk bahwa
evakuasi bersifat temporal, hanya untuk 3 hari. Total
penduduk yang dievakuasi sejumlah 336.000 orang.

Kepanikan justru merebak di Swedia, 1.100 km dari
Chernobyl. Pada 27 April itu juga kru PLTN Forsmark
mendeteksi lonjakan paparan radiasi yang spektakuler
di lingkungan mereka. Anehnya dosis paparan radiasi di
luar gedung jauh lebih besar dibanding di dalam
gedung. Setelah konfirmasi ke PLTN2 lain di Swedia
memastikan tidak ada reaktor mereka yang bocor,
kecurigaan diarahkan ke PLTN2 Uni Soviet di kawasan
Barat. Atas desakan Swedia, tak lama kemudian Mikhail
Gorbachev mengumumkan bocornya salah satu reaktor
Soviet. Pernyataan sama juga dikeluarkan Boris Yeltsin
yang sedang mengunjungi Berlin.

Horor Chernobyl belum usai. Meski reaktor RBMK-1000
telah jadi puing, sisa bahan bakar Uranium yang masih
cukup besar (> 200 ton) dan puing2 grafit ternyata
masih sanggup menjalankan reaksi fissi. Meski daya
yang dihasilkan kecil, tiadanya cairan pendingin
membuat grafit terus memanas. Maka kebakaran pun
berlanjut di interior puing. Pada dasar puing, panas
kebakaran bahkan cukup tinggi hingga sanggup membuat
bahan bakar dan beton penyangga reaktor meleleh
membentuk lava. Jika lava ini bisa menembus dasar
bangunan dan tanah dibawahnya hingga mencapai cadangan
air tanah dalam, maka kontak lava dengan air akan
menciptakan erupsi freatoradiatik ("The China
Syndrome"), ledakan uap berkekuatan besar yang sanggup
membongkar tanah diatasnya membentuk kawah. Letusan
ini akan memuntahkan debu terkontaminasi radioisotop
hingga ketinggian 1 km. Jika ini terjadi, area yang
tercemar dipastikan akan jauh lebih besar.

Untuk mencegah erupsi freatoradiatik, otoritas
memutuskan puing reaktor RBMK-1000 harus dimatikan dan
didinginkan. Lewat ratusan sorti penerbangan
helikopter, ke bangunan reaktor dijatuhkan 5.000 ton
bahan penyerap neutron berupa campuran pasir, lempung
dan asam borat. Setelah puing reaktor dipastikan telah
mati dan dingin, sebuah struktur sarkofagus raksasa
dibangun untuk menyelubungi seluruh puing pada
Desember 1986.

Jumlah radioisotop yang dilepaskan 160 kali lipat
lebih besar dibanding bom Hiroshima (9 ton vs 55 kg).
Sampai 2005, IAEA dan WHO mencatat jumlah korban tewas
56 orang (47 kru reaktor dan petugas pemadam kebakaran
serta 9 anak2 penderita kanker tiroid). Dari 6,6 juta
orang yang terpapar radioisotop, diperkirakan 9.000
diantaranya terpapar berat. Hingga 2002 dideteksi
terdapat 4.000 kasus anak penderita kanker tiroid.


Ref :
- Aliq, 1987, Analisis Kecelakaan Reaktor Nuklir
Chernobyl, UGM.
- IAEA, 1996, One Decade After Chernobyl.
- IAEA, 2006, In Focus : Chernobyl.

No comments: