Wednesday, May 14, 2008

Perlu Strategi dan Cara Baru Sosialisasi PLTN

Selama tahun 2007 telah berkembang suatu gerakan anti-nuklir yang
justru muncul di kawasan Semenanjung Muria, yaitu kawasan terpilih
sebagai calon lokasi pembangunan PLTN pertama di Indonesia.
Sebagaimana diketahui Pemerintah telah berketetapan untuk membangun
PLTN sebagai salah satu altermatif untuk memenuhi kebutuhan tenaga
listrik dalam jangka panjang, khususnya di dalam sistem listrik Jawa-
Madura-Bali yang sudah ter-interkoneksi. Hal ini tercermin di dalam
beberapa dokumen yang telah terbit. Pertama adalah "Kebijakan Energi
Nasional" yang dikeluarkan oleh Departemen Energi dan Sumberdaya
Mineral pada tahun 2004. Kemudian dokumen Badan Koordinasi Energi
Nasional atau BAKOREN berjudul "Blueprint Pengelolaan Energi Nasional
2005-2025" yang terbit pada tahun 2005. Selanjutnya adalah Peraturan
Presiden No. 5 tahun 2006 tentang Kebijaksanaan Energi Nasional
2005-2025 yang ditanda-tangani oleh Presiden R.I. pada tanggal 26
Januari 2006.
Bahwasanya "rencana" tersebut bukan saja suatu gagasan yang dicetuskan
oleh Pemerintah yang bertindak bertepuk sebelah tangan, terbukti
dengan adanya produk undang-undang yang diterbitkan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat, juga dalam tahun 2007 ini, yaitu Undang-undang No.
17 tahun 2007 tentang Perencanaan Jangka Panjang Pembangunan Nasional.
Di situ dengan jelas tercantum adanya niat dari bangsa Indonesia untuk
memanfaatkan energi nuklir sebagai alternatif untuk pembangkitan
listrik, khususnya beroperasinya PLTN pertama antara tahun 2015 dan
2020.
Semua dokumen itu tentunya diterbitkan berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan yang telah dibahas secara tuntas di tingkat Pemerintah
dan Dewan Perwakilan Rakyat, dalam hal ini Komisi VIII dalam DPR
terdahulu dan Komisi VII DPR yang sekarang. Bahkan beberapa tokoh DPR
dari Komisi VII sudah cukup sering diberitakan membuat pernyataan
mendukung pembangunan PLTN, bahkan juga dikemukakan bahwa kita sudah
tertinggal di bidang ini. Misalnya Ketua Komisi VII Bp. Ir. Agusman
Effendi dan Wakil Ketuanya Bp. Nadjib. (Tetapi ada pula anggota Komisi
VII yang tampaknya menentang gagasan ini, seperti Bp. Ir. Alvin Lie
dan mantan Menteri Lingkungan Hidup Bp. Sony Keraf.)
Hakekatnya, pembenaran pemanfaatan energi nuklir sebagai salah satu
alternatif adalah berdasarkan kenyataan bahwa: (1) Permintaan akan
tenaga listrik masih tetap tumbuh dengan pesat dan kita dapat
mempersulit diri sendiri apabila tidak memakai jenis energi ini; (2)
Alternatif yang lain tidak akan mencukupi pada saat diperlukan,
seperti misalnya panasbumi yang potensinya di pulau Jawa diperkirakan
masih ada 8000 MW, atau terlalu mahal seperti gasbumi yang harganya
meningkat terus seiring dengan perkembangan harga minyak internasional
(dan gas sebenarnya dapat dimanfaatkan dalam sektor lain seperti
industri dan rumah-tangga dengan nilai tambah yang lebih besar), atau
energi batubara yang dalam jangka panjang dapat menimbulkan masalah-
masalah lain seperti pencemaran, logistik (kapal dan pelabuhan) serta
lokasi (di Jawa kian terbatas); (3) Memanfaatkan energi nuklir akan
berarti suatu upaya untuk menekan biaya pembangkitan listrik, serta
tidak kalah pentingnya adalah membuat pemanfaatan sumberdaya alam kita
secara lebih optimal; (4) Sistem kelistrikan Jawa-Madura-Bali pun akan
menjadi lebih tangguh dan handal, karena tidak akan tergantung pada
hanya batubara dan gasbumi saja; (5) Kita pun akan meraih keuntungan
karena berpeluang untuk meningkatkan kemampuan kita di bidang
teknologi, khususnya konstruksi dan manufaktur. Keuntungan lain adalah
PLTN tidak mengeluarkan emisi zat arang.

Timbulnya oposisi terhadap pembangunan PLTN tampaknya disebabkan
sindrom NIMBY, atau Not In My Back Yard, atau "jangan di pekarangan
saya". Ini adalah pandangan yang normal yang dapat timbul di kalangan
masyarakat. Di negara industri pun ada pandangan seperti itu. Tetapi
kini sudah berubah: justru di kalangan yang ketempatan PLTN lebih
menyukai dibangun PLTN baru ketimbang jenis energi lain yang dapat
menimbulkan polusi udara.

Berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, maka kiranya perlu disusun
suatu strategi baru dalam "sosialisasi" PLTN. Mungkin sasaran
sosialisasi janganlah mahasiswa, kaum cerdik pandai dan tokoh-tokoh
masyarakat saja, melainkan perlu diperluas kepada masyarakat awam dan
siswa-siswa SMP dan SMU. Ini mungkin akan lebih sulit, karena konsep-
konsep yang harus dijabarkan bukanlah konsep yang mudah. Juga akan
memakan biaya yang lebih besar, karena sasaran jauh lebih banyak. Akan
tetapi perlu dan harus dimulai dari saat sekarang. Kalau tidak kita
akan jauh tertinggal lagi dibandingkan negara lain, termasuk negara-
negara tetangga kita.

posted by Budi Sudarsono at Sunday, September 02, 2007
sumber: http://feea.blogspot.com/2007/09/perlu-strategi-dan-cara-baru.html

No comments: