Saturday, May 24, 2008

Penanganan Serius Pemerintah atas keselamatan pltn yang akan dibangun

PROF KOESMAYANTO KADIMAN
Menteri Negara Riset dan Teknologi

Masalah PLTN jelas sudah menjadi politis.Pertanyaan bukan lagi sekadar kemampuan teknis,melainkan sudah melebar ke ranah ketidakpercayaan terhadap kemampuan pemerintah untuk menjalankan proyek ini secara proporsional.

Bayangan terhadap korupsi selalu mengintai benak masyarakat. Ketakutan akan PLTN yang selalu digambarkan sebagai monster yang menakutkan,akhirnya mengurangi objektivitas penilaian masyarakat. Pun begitu,inilah realita yang harus dihadapi dan menjadi tantangan pemerintah.PLTN harus dijelaskan kepada masyarakat dalam bahasa sederhana masyarakat.

Bukan dengan bahasa penuh retorika penguasa yang selalu meninggikan potensi dan menafikan kekurangan dan akibat yang bisa timbul. Untuk masalah regulasi,mungkin sudah sewajarnya pemerintah menguatkan bidang yang satu ini. Pemerintah bisa saja menerapkan sistem monopoli untuk pemanfaatan nuklir ini seperti yang dilakukan Prancis dengan perusahaan AREVAnya.

AREVA di sana mengontrol setiap langkah industri nuklir mulai penambangan uranium,pengayaan, pembuatan desain pembangkit, konstruksi pembangkit hingga program daur ulang limbah radioaktif yang membutuhkan penanganan khusus. Tentu saja,monopoli yang dilakukan bukan seperti yang sudahsudah terjadi di Indonesia dengan mengorbankan efisiensi dan kualitas.

Keseriusan pemerintah jika ingin melaksanakan proyek ini tak bisa ditawar-tawar lagi.Proyek dengan risiko setinggi ini harus memperkirakan segala kemungkinan dan dampak yang bisa saja terjadi.Pasalnya,kita sekarang berurusan dengan manusia dan alam.Kedua-duanya dapat diperkirakan namun tak dapat dipastikan. Sebaik apapun prosedur yang diterapkan,tetap saja ada kemungkinan human error.

Kita harus belajar dari Jepang yang menerapkan standar tinggi bagi setiap reaktor nuklirnya. Tiap reaktor di sana didesain dapat menahan gempa berkekuatan 6,5 skala Richter (SR).Bahkan,kejadian gempa di Nigata pada 16 Juli tahun lalu dengan besaran 6,8 SR dapat dilewati hanya dengan sedikit kebocoran yang dapat ditanggulangi sistem pertahanan lapis lima pada reaktor Kashiwazaki-Kariwa.

Untuk menjamin keberlangsungan PLTN yang aman,baik bagi manusia maupun alam,kontrol masyarakat sangat diperlukan.Fungsi kontrol dapat dilakukan dalam bentuk selalu mengawasi pelaksanaan proyek dan selalu menjadi mitra kritis dari pemerintah.Memang dalam pembangunan ini ada beberapa pihak yang diuntungkan secara langsung, khususnya investor dan PLN.

Namun bagaimanapun proyek ini akan memberikan dampak yang baik bagi masyarakat, dan dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat. Mimpi akan listrik murah akan lebih mudah terwujud dengan efisiensi yang dijanjikan PLTN.Tingkat inflasi yang biasanya mengikuti pergerakan TDL (tarif dasar listrik) bisa dikurangi.Kebergantungan pada bahan bakar fosil juga bisa kita kurangi,seperti pengalaman di Prancis,yang 75% kebutuhan listriknya disuplai PLTN.

Bahkan, Prancis mampu mengekspor listrik ke berbagai negara tetangganya. Namun,jangan sampai mimpi indah yang datang dari berbagai angka yang menjanjikan seputar pemanfaatan PLTN menjadi awal malapetaka bagi bangsa ini.Diperlukan keseriusan dan penanganan yang maksimal dari pemerintah untuk menjaga pelaksanaan proyek ini tetap berkesinambungan dan terus berada di jalur yang tepat.

Kesalahan terkecil dalam proyek ini dapat berakibat pada bencana terbesar bagi bangsa ini.Jangan sampai berbagai kekhawatiran terhadap risiko bencana menutupi berbagai keberhasilan pemanfaatan moda energi yang satu ini. (pangeran ahmad nurdin/m azhar)

Teknologi dan Kebijakan untuk Masa Depan Tenaga Nuklir

Hingga saat ini, tidak sedikit pandangan negatif terhadap nuklir. Masyarakat awam akan merasa terkejut dan dihantui ketakutan mendengar kata radioaktif, radiasi.

Hal ini disebabkan kurangnya informasi bagi masyarakat untuk memahami energi nuklir. Mengapa negara-negara Eropa dan Amerika Serikat (AS) serta negara lain tetap mengoperasikan PLTN? Sebab, mereka sudah lebih maju dan tahu ilmunya. Saya yakin bahwa banyak publik yang takut akan bahaya gempa karena Pulau Kawa ada dalam cincin api (ring of fire).

Mereka membayangkan kalau reaktor meledak, Pulau Jawa akan punah seperti terkena bom atom. Reaktor nuklir tidak bisa disamakan dengan bom atom. Untuk membuat bom atom itu memerlukan ribuan kilo uranium yang diperkaya (enrichment uranium), sedangkan untuk reaktor nuklir masa kini enrichment uranium berkadar rendah, sekitar 2–5%.

AS dan Jepang sebagai negara pengguna nuklir juga bukannya negara aman dari bencana.Namun, semuanya sudah diperhitungkan. Seandainya terjadi bencana, reaktor akan mati secara otomatis. Banyak aktivis antinuklir dan ahli lingkungan lebih menginginkan energi terbarukan.

Pada praktiknya, tidak semudah itu. Sebagai contoh, biodiesel, selain belum layak harga jualnya,juga minyak sawit atau bahan nabati lainnya masih diperlukan sebagai pangan. Dari hasil teleconference di Oregon bulan lalu, untuk menghasilkan tenaga yang sama,energi angin memerlukan sekitar 75 hektare, sedangkan nuklir memerlukan 0,5 hektare.

Kalau diperbandingkan dengan batu bara,hasilnya akan lebih mencengangkan. Setiap tahunnya pembangkit listrik berbahan batu bara memerlukan 2,6 juta ton batu bara untuk menghasilkan 1.000 MW. Sebaliknya, PLTN memerlukan bahan bakar hanya sekitar 30 ton/tahun Pergerakan antinuklir juga muncul secara sporadis di AS antara 1950 hingga 1979.Walaupun banyak tentangan, industri nuklir di AS mencapai sukses pada dekade 1965–1975.

Dalam periode itu, 224 PLTN dipesan oleh industri. Hingga 1979, berdasarkan survei, rata-rata 25–30% menentang PLTN. Setelah kasus Three Mile Island pada 28 Maret 1979, kelompok antinuklir kembali bangkit. Musibah Chernobyl pada 1986 di Ukraina juga membuat Amerika memutuskan untuk mengumpulkan data kesehatan dan lingkungan terhadap risiko pembangkit listrik bertenaga fosil sebagai pembanding terhadap tenaga nuklir untuk melihat mana yang lebih besar risikonya.

Namun, reaktor generasi pertama seperti yang dipakai di Chernobyl saat ini sudah tidak ada. Desain dan teknologi sudah dikembangkan berdasarkan pengalaman, jadi masyarakat tidak perlu takut dan dihantui ketakutan. Dalam teknik nuklir dan radiasi, untuk memproteksi keselamatan manusia dan lingkungan sudah ada perhitungannya, yakniberdasarkan asas yang disebut as low as reasonably achievable (ALARA).

Salah satu pedoman adalah menggunakan aturan National Council on Radiation Protection (NCRP) dan International Commission on Radiological Protection (ICRP) untuk menentukan jenis radioaktif dan jumlah dosis minimum yang bisa diterima organ tubuh. Skenario terjadinya kecelakaan dan penyebaran atau perpindahan radioaktif juga bisa diprakirakan dengan cara simulasi menggunakan seperangkat peranti lunak.

Regulasi

Saya percaya, kita bukan negara terbelakang, kita bangsa yang besar dan punya banyak ilmuwan dan teknokrat yang bisa memiliki PLTN seperti halnya negara lain. Syaratnya adalah adanya stabilitas politik, ekonomi, dan kejujuran. Seperti halnya di AS, setiap laboratorium nasional, universitas, dan rumah sakit yang menggunakan bahan radioaktif sadar sendiri membuang limbahnya ke tempat yang disediakan.

Kalau ada bahan radioaktif yang tertumpah, mereka tidak diperkenankan keluar dari lab sebelum petugas radiologi datang. Tidak sedikit reaktor di AS yang dicabut izinnya karena tidak mematuhi aturan dan tidak layak operasi sebelum ada inspeksi atau perbaikan. Hal ini janganlah dijadikan ajang demo antinuklir yang kurang mendukung keberadaan PLTN dan mereka menganggap membahayakan atau merusak.

Tapi, dari sini kita harus menelaah bahwa komisi nuklir di sini tidak dipengaruhi siapa pun dalam mengambil tindakan. Dalam pendirian PLTN,pemerintah juga bisa mengacu pada pengalaman negara negara maju untuk membuat aturan pernukliran (nuclear rule and regulation). Sepertinya halnya di AS,PLTN di sana harus tunduk pada badan yang disebut Nuclear Regulatory Commission (USNRC) dan status penggajian mungkin harus setara DPR atau menteri.

Sebagai pemegang kebijakan nuklir di AS staf NRC bisa bergaji di atas USD120.000 per tahun. Sebelum mendirikan PLTN, pemerintah juga harus sudah memikirkan biaya penutupan PLTN (decommissioning) yang tinggi. Biaya decommissioning bergantung pada sejumlah faktor dan lokasi, terutama jenis reaktor yang digunakan dan lokasi geografis.

Saat ini biaya rata-rata decommissioning sekitar 325 juta USD dan biaya ini harus dipikul industri nuklir tersebut. AS sendiri pada tahun fiskal 2001 mempunyai aset sekitar USD22,5 miliar untuk mengantisipasi biaya decommissioning mendatang yang bisa menelan sekitar USD40 miliar untuk semua PLTN yang ada di AS. Selain itu, juga biaya asuransi untuk menjamin kalau terjadi kecelakaan.

Saya yakin bangsa kita bisa menggarapnya,asalkanfaktor korupsi dihilangkan dan keimanan serta kejujuran ditingkatkan demi majunya generasi bangsa kita di masa mendatang. Kita masih ada waktu untuk semua ini dan kemajuan sudah mulai terlihat dengan kepemimpinan saat ini,menteri sekalipun bisa dibui kalau memang bersalah. (*)

Supriyadi Sadi
Peneliti Fisika Nuklir dan Radiasi Terhadap Kesehatan di Oregon State University.

No comments: