Saturday, May 24, 2008

Energi Terbarukan Lebih Merusak Lingkungan Dibandingkan Energi Nuklir

Terbarukan tidak berarti selalu hijau. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Jesse Ausubel di Rockefeller University - New York. Dalam tulisannya di Inderscience's International Journal of Nuclear Governance, Economy and Ecology, dia menjelaskan bahwa dengan membangun pembangkit listrik tenaga angin, membendung sungai, dan menanam pepohonan untuk biomass, semuanya dalam kapasitas dan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi secara global, akan mengakibatkan kerusakan lingkungan.

Ausubel juga menganalisa bahwa banyaknya energi yang bersumber dari energi terbarukan untuk menghasilkan beberapa watt daya listrik, akan menggunakan lahan per 1 meter persegi. Dia juga membandingkan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh energi terbarukan dengan kebutuhan lahan untuk pembangkit listrik tenaga nuklir. 'Energi nuklir adalah ramah lingkungan. Pertimbangkan dengan daya listrik yang dihasilkan dari lahan seluas 1 meter persegi, nuklir mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki energi terbarukan', ujarnya.

Menurutnya, energi terbarukan tidak mempunyai keuntungan dari skala ekonomis. Semakin besar daya listrik yang dihasilkan, maka semakin luas pula lahan yang dibutuhkan.

Dia juga mencontohkan secara hipotesis, menggenangi seluruh propinsi Ontario di Kanada, yang kurang lebih seluas 900.000 km persegi, dengan 680.000 milyar liter air hujan, dan kemudian menyimpannya dalam bendungan setinggi 60 meter, hanya akan menghasilkan 80% dari total daya listrik yang dihasilkan oleh 25 pembangkit listrik di Kanada.

Energi biomassa juga sangat tidak efisien dan bersifat merusak lingkungan.

Untuk menghasilkan listrik sebesar yang dihasilkan oleh sebuah PLTN, akan membutuhkan lahan seluas 2500 km persegi. 'Peningkatan pemakaian bahan bakar biomassa dalam segala bentuk adalah perbuatan kriminal', ungkapnya. 'Manusia seharusnya menyisakan lahan untuk kepentingan alam. Setiap mobil akan membutuhkan kurang lebih 1-2 hektar'. Berpindah topik ke masalah energi angin, Ausubel menyatakan meskipun lahan yang dibutuhkan untuk pembangkit listrik tenaga angin 3-10 kali lebih kecil dibandingkan dengan lahan yang dibutuhkan untuk biomassa, tetapi dibutuhkan kurang lebih 770 km persegi untuk menghasilkan energi setara dengan PLTN berkapasitas 1.000 Megawatt electric (MWe) dengan catatan kecepatan angin dan arah angin tetap.

100 meter persegi daerah yang berangin, seperti apartemen di Manhattan, hanya cukup untuk melistriki satu atau dua lampu, tetapi tidak cukup untuk menyalakan komputer, mesin cuci, oven microwave dan TV plasma. Energi surya juga tidak luput dari kritikannya. PLTS akan menutupi lahan seluas lebih dari 150 km persegi untuk menyimpan dan menghasilkan listrik setara dengan PLTN berkapasitas 1.000 MWe.

Menurutnya, setiap bentuk energi terbarukan membutuhkan infrastruktur dan material 10 kali bahkan lebih per kilowatt, seperti beton, baja, dan jalan akses jika dibandingkan dengan gas alam atau nuklir. Meskipun penambangan uranium membutuhkan beberapa ratus kilometer persegi dan ada pertimbangan untuk tempat penyimpanan limbah, keamanan dan keselamatan, tetapi PLTN meninggalkan jejak kerusakan lingkungan yang jauh lebih kecil. Dari skala ekonomi, PLTN bisa digandakan keluarannya ataupun dikecilkan dari sistem, sama seperti halnya komputer yang berkemampuan besar dengan ukuran yang semakin kecil. 'Energi terbarukan tetap terbarukan, tetapi tidaklah ramah lingkungan', imbuhnya, 'Jika kita ingin mengurangi bangunan-bangunan baru dan pemerkosaan terhadap alam, nuklir energi adalah pilihan yang terbaik'.

Reaktor Nuklir Pra Sejarah

Telah ditemukan reaktor nuklir tertua yang pernah dibuat di dunia, yang telah ada sejak 2.000.000.000 tahun yang lalu (jauh sebelum era jurassic)

Reaktor Nuklir Pra Sejarah

Pada tahun 1972, seorang ahli fisika Perancis, Francis Perrin menyatakan sebuah laporan yang mengejutkan, bahwa telah ditemukan reaktor nuklir tertua yang pernah dibuat di dunia, yang telah ada sejak 2.000.000.000 tahun yang lalu (jauh sebelum era jurassic) dan mampu dioperasionalkan selama beberapa ratus ribu tahun kemudian, dengan penggunaan daya rendah. Keseluruhan yang ditemukan ada 15 reaktor pada 3 deposit Uranium di area pertambangan Oklo, Republik Gabon. dan lalu dikenal sebagai fosil Reaktor-reaktor Oklo.

Tanggal 2 Juni 1972, petugas analisis di Pierrelatte - Nuclear Fuel Processing Plant, Perancis (yang mengimpor kebutuhan Uraniumnya dari Gabon) pada mulanya hanya melakukan pekerjaan rutinnya untuk memeriksa massa beberapa contoh Uranium yang akan digunakan tersebut dengan Spektrometer. Uranium yang akan diproses, seperti biasa adalah bermassa 235U dengan nilai rasionya selalu adalah 0,00720, namun pada contoh yang diperiksa ternyata mempunyai rasio 0,00717. Walaupun perbedaan yang ditemukan itu relatif kecil namun membuat para ahli dari Perancis lalu berdatangan langsung ke pertambangan Oklo dan di sana justru menemukan Uranium dengan rasio yang jauh lebih rendah lagi, mencapai 0,00440. Perbedaan rasio yang lebih rendah ini hanya akan terjadi jika 235U sebagai bahan bakar telah pernah digunakan untuk proses reaksi nuklir. Bahkan di lokasi yang sama juga ditemukan produk keluaran proses reaksi nuklir, yaitu Neodymium, sama dengan yang dihasilkan oleh reaktor nuklir masa kini.

Rasa was-was hilang setelah berkunjung ke reaktor nuklir Serpong

Serpong - Gambaran mengerikan tentang nuklir yang ada dibenak rombongan GP Anshor akhirnya terjawab sudah. Selama ini nuklir dianggap suatu yang membahayakan, misalnya bom yang dapat meledak dengan dahsyat ataupun bahaya radiasi yang merusak lingkungan, ternyata kebalikannya. Anggapan-anggapan tersebut perlahan terhapus setelah mereka datang mengunjungi instalasi nuklir BATAN, RSG-GAS, pengelolaan limbah radioaktif, sekaligus pengolahan bahan bakar di Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang.

Kedatangan GP Anshor dan Ketua Umumnya Syaifullah Yusuf (Gus Ipul) ke BATAN, Selasa (21/8) sebagai tindak lanjut dari diskusi “Urgensi Nuklir” yang digelar oleh GP Anshor sebulan yang lalu. Di samping untuk melihat secara langsung kegiatan litbangyasa iptek nuklir dan pemanfaatannya untuk kesejahteraan manusia, juga untuk mengetahui reaktor nuklir dan sumber energi jangka panjang serta pengelolaan limbahnya.

Rombongan diterima oleh kepala BATAN Dr. Hudi Hastowo, Deputi Bidang Pengembangan Energi dan Teknologi Nuklir Ir Adiwardoyo, dan Deputi Bidang Pengembangan Teknologi Daur Bahan Nuklir dan Rekayasa Dr. Karyono HS, serta Deputi Bidang Pendayagunaan Hasil Litbang dan Pemasyarakatan Iptek Nuklir Prof. Dr. Aang Hanafiah Ws. Mereka diajak untuk melihat pengoperasian reaktor GA Siwabessy.

Sesuai aturan yang berlaku sebelum masuk ruang reaktor dilakukan pemeriksaan radiasi yang ada di dalam tubuh menggunakan detektor radiasi, setelah selesai berkunjung diperiksa kembali, ternyata radiasinya tidak bertambah. Hal ini, untuk mengetahui apakah ada radiasi yang masuk ke dalam tubuh saat berkunjung.

Dalam kesempatan tersebut pihak BATAN memaparkan pemanfaatan iptek nuklir di segala bidang, seperti di bidang pertanian, peternakan, kesehatan/kedokteran, industri, lingkungan termasuk bidang energi. Dijelaskan pula kondisi penelitian yang dilakukan saat ini, yaitu apa yang sudah, sedang, dan yang akan dilakukan BATAN. Hasil diskusi pada pertemuan tersebut GP Anshor menyarankan agar BATAN lebih meningkatkan sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat.

Menanggapi pertanyaan GP Anshor tentang pengembangan energi Iran, pihak BATAN menjawab bahwa saat ini pemerintah Iran berencana mengembangkan teknologi pengayaan bahan bakar nuklir. sumber : energiportal

No comments: